‘Lebih dinamis’
Lebih dari 567.000 pemilih Kuwait akan memenuhi syarat untuk memilih di antara 326 kandidat yang bersaing dalam pemungutan suara, termasuk 29 perempuan.
Ahmad Deyain, sekretaris jenderal kelompok oposisi Gerakan Progresif Kuwait, mengatakan dia memperkirakan jumlah pemilih yang lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya setelah kampanye yang membosankan.
Tema-tema yang biasa adalah konstan, dari janji untuk memerangi korupsi dan rencana untuk mengatasi pekerjaan kaum muda, hingga kebebasan berekspresi, perumahan, pendidikan dan masalah pelik “bidoon”, minoritas tanpa kewarganegaraan Kuwait.
Dari 2009 hingga 2013, dan terutama setelah pemberontakan Musim Semi Arab 2011, negara itu mengalami periode kekacauan politik, dengan Parlemen dan Kabinet dibubarkan beberapa kali setelah perselisihan antara anggota parlemen dan pemerintah yang dipimpin keluarga yang berkuasa.
“Kuwait masih mengalami krisis politik sejak 2011, dan halaman itu belum berubah,” kata Deyain kepada AFP.
“Masih ada perselisihan tentang sistem pemilihan dan salah urus dana negara.
Deyain mengatakan dia mengharapkan beberapa anggota parlemen di Majelis Nasional yang baru menjadi “lebih dinamis” dalam mencoba menyelesaikan beberapa masalah.
Kuwait adalah negara Teluk Arab pertama yang mengadopsi sistem parlementer pada tahun 1962, dan perempuan pada tahun 2005 memenangkan hak untuk memilih dan mencalonkan diri dalam pemilihan.